Tanya Jawab MK Ilmu Sosial Budaya Dasar (Pendidikan Teknik Bangunan)

Untuk menyimak semua materi perkuliahan ISBD dalam bentuk video, silakan klik tautan ini.

15 Oktober 2020
Fahmi Ramadhani Raihan

Apakah sifat insecure menjadi hambatan seseorang dalam mengaktualisasikan diri? Jika iya, apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan sifat insecure tersebut? Karena setiap usaha yang telah dilakukan pasti muncul lagi dan lagi sifat insecure tersebut, terkadang kita sudah mencoba percaya diri tapi ternyata masih saja ada situasi di mana kita kembali merasa insecure.

Iya. Hambatan untuk mengaktualisasikan diri bisa disebabkan faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang ada dalam individu tersebut, sedangkan faktor eksternal berasal dari luar individu, seperti: lingkungan, ketersediaan sarana, konflik antarindividu, dan sebagainya.

Sifat insecure atau merasa diri tidak aman, gelisah, atau krisis percaya diri adalah bagian dari faktor internal karena datang dari dalam diri individu tersebut, yaitu sifat atau karakter dirinya sendiri. Dalam materi "Manusia sebagai Makluk Individu", kita telah pelajari bahwa karakteristik individu bisa dibentuk dari genetika atau bentukan lingkungan. Begitu pula dengan sifat atau karakter seseorang. Dalam ilmu Psikologi dikatakan bahwa karakter seseorang dipengaruhi oleh genetika dan, terutama, lingkungannya. Oleh karena itu, sifat seseorang yang mudah insecure bisa jadi adalah bentukan lingkungan yang selama ini mempengaruhi tumbuh besar dan pergaulan sosialnya.

Jika sifat tersebut menghambat, perlu upaya untuk menghilangkan hambatan tersebut. Dalam ilmu Psikologi memang disebutkan bahwa karakter yang merupakan bentukan lingkungan memang sulit diubah, tetapi tetap bisa dilakukan. Caranya adalah dengan kesadaran penuh individu tersebut untuk mengubah dirinya dengan didukung dengan lingkungan yang bisa membantunya mengubah sifat yang dianggap buruk atau menghambat tersebut. 

Oleh karena itu, yakinlah bahwa Anda bisa perlahan mengatasi hal tersebut dengan tidak berhenti berupaya mengubah cara pikir (mindset) bahwa "saya harus lebih percaya diri" saat melakukan sesuatu yang saya suka. Berbicara lebih banyak dengan orang-orang yang bisa membantu Anda meningkatkan kepercayaan diri, seperti teman, keluarga, dosen, atau siapa pun (termasuk bantuan Psikolog, misalnya). Anda juga bisa menantang diri Anda dengan melakukan sesuatu yang memerlukan kepercayaan diri tinggi, misalnya: mengikuti kompetisi, menyalurkan hobi depan orang lain, dan semacamnya. Semangat! 


16 Oktober 2020
Nadia Wulansari

Ketika aktualisasi diri tidak tercapai karena adanya faktor penghambatnya, apa yang seharusnya dilakukan agar menghindari konflik batin pada diri sendiri?

Hal ini berkaitan dengan pertanyaan serupa dari Fahmi. Saat aktualisasi menemui hambatan, maka hambatan tersebut perlu diatasi dengan kemapuan dan potensi yang kita miliki. Sebagaimana saya sampaikan pada pertanyaan Fahmi (silakan dibaca kembali), bahwa hambatan tersebut bisa berupa hambatan internal dan eksternal. Hambatan internal (seperti rasa tidak percaya diri, takut, tidak mampu, tertekan, dan semacamnya) bisa diatasi dengan mengubah perilaku yang menghambat dan pola pikir, serta meningkatkan kapasitas diri agar timbul kepercayaan pada diri sendiri bahwa kita bisa melakukan apapun untuk mengaktualisasikan diri.

Adapun hambatan eksternal, yaitu hambatan yang timbul dari luar diri, seperti tantangan masyarakat, larangan orang tua, tidak tersedia sarana memadai, tidak ada dukungan teman, dan sebagainya, bisa diatasi dengan memanfaatkan potensi-potensi lain di luar diri yang bisa dimanfaatkan untuk membantu kita mengaktualisasi diri di saat kita merasa "banyak hal" menghambat kita di luar sana. Namun, sebaiknya dipastikan cara kita mengaktualisasikan diri tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku agar tidak terjadi konflik yang lebih besar atau merugikan diri sendiri dan orang lain.

21 Oktober 2020
Nugroho Agung F.

Apakah demo mahasiswa kepada pemerintah lalu demo tersebut ditolak atau tidak digubris oleh pemerintah lalu para mahasiswa tersebut anarki merusak segala fasilitas merupakan bentuk tidak puas atau kendala dari kebutuhan aktualisasi diri.

Aktualisasi diri adalah upaya untuk mengerahkan segala potensi diri demi mencapai keinginan dan kebutuhan, terutama kebutuhan batin atau spiritual. Sebagaimana telah saya jelaskan pada dua pertanyaan sebelumnya (bisa dibaca kembali), pada praktiknya, aktualisasi sering menemukan kendala atau hambatan. Dalam konteks kelompok masyarakat berdemonstrasi, mereka berupaya menyuarakan sesuatu yang mereka anggap perlu disuarakan secara komunal atau berkelompok. Tujuannya sebagai pernyataan sikap dan daya tawar (bargaining position) terhadap yang mereka tuntut, misalnya Pemerintah. 

Hanya saja dalam pelaksanaannya, keinginan demonstran tidak selalu dikabulkan atau diterima dengan baik. Oleh karena itu, muncul potensi menyuarakan suara "lebih keras" sebagai bentuk penawaran yang dianggap lebih diperhatikan dengan harapan bisa diterima Pemerintah, seperti: ancaman, kekerasan, perilaku anarkistis atau kerusuhan (chaos). Hal tersebut juga bisa jadi bentuk pernyataan kekecewaan karena penawaran yang ada menemui jalan buntu. Dengan demikian, bentuk-bentuk tersebut juga dapat dikatakan sebagai aktualisasi diri atau kelompok, tetapi bersifat disasosiatif atau perpecahan. Di satu sisi, aksi anarkistis tersebut merugikan (misal merusak fasilitas umum atau menebar ketakutan), tetapi di sisi lain menjadi evaluasi bagi pihak yang dituntut (Pemerintah) untuk mencari solusi paling baik untuk semua pihak, terutama masyarakat.

22 Oktober 2020
Miftakhul Amin Dwi Cahyo

Bagaimana cara kita agar kita berpikiran lebih dewasa dalam menanggapi suatu permasalahan agar supaya kita tidak bersikap anarki atau keras kepala dalam menanggapi suatu masalah?

Dalam psikologi perkembangan, dikenal beberapa perkembangan individu, seperti perkembangan kognitif (Piaggette) dan perkembangan moral (Kohberlg). Keduanya memaparkan, perubahan seorang individu dari sisi intelektualitas dan moralitasnya. Kedewasaan seseorang, secara teoretisnya, bisa dilihat dari karakteristik perkembangannya sejak anak-anak (lahir), remaja, dan dewasa. Namun demikian, setiap periode perkembangan individu tersebut (anak-anak, remaja, dan dewasa) akan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk lingkungannya. Artinya, kedewasaan seseorang menjadi tidak mutlak sesuai dengan umur tertentu, bisa sesuai dengan perkembannya atau tidak (lebih lambat atau cepat).

Dalam kehidupan sehari-hari, menjadi dewasa diidentikkan dengan cara penanganan masalah. Orang dewasa dianggap bisa bertanggung jawab penuh pada apa yang dilakukannya dan keputusan yang diambilnya. Sebetulnya, menjadi dewasa tidak selalu berarti dia harus selalu mengambil keputusan secara benar, karena benar dan salah akan sangat relatif bergantung pada kondisi dan situasi. Namun, orang dewasa bisa memanfaatkan segala potensi akal dan nalurinya untuk menentukan kebenaran "versinya". Dalam konteks menghadapi masalah, dia akan berpikir matang-matang dan menentukan keputusan penuh tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah. Dia bisa menimbang kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, secara ideal, dalam menghadapi kemarahan, seseorang dewasa tidak bersifat destruktif atau merusak, apalagi merugikan orang banyak. Jika pun terpaksa melakukan itu, dia akan bertanggung jawab penuh atas apa yang dilakukannya.

23 Oktober 2020
Fakih Muhamad Soleh

Apakah budaya hidup sehat itu termasuk sebuah budaya?

Hidup sehat jika dilakukan secara berkelanjutan, menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan bersama dalam masyarakat, disepakati (konvensi), termasuk dijadikan suatu sistem yang diberlakukan dalam masyarakat (termasuk jika diberi nama tertentu, misalnya dulu ada yang namanya "Gerakan 4 Sehat 5 Sempurna"), maka ia dapat menjadi suatu budaya.

27 Oktober 2020
Hilda Nurlaela Febriyanti

Ketika ada seorang anak yang ansos (antisosial), itu bagaimana cara anak tersebut berinteraksi sosial? Sedangkan dirinya sendiri tidak suka, benci akan bersosialisasi/tidak suka akan interaksi. Dan jika tidak bersosialisasi sama sekali, apa mungkin selamanya anak tersebut akan sendirian?

Label "antisosial" terlebih dahulu harus disepakati. Istilah tersebut dalam ilmu Psikologi, termasuk ke dalam gangguang kepribadian (personality disorders). Antisosial menurut Neel Burton MD (2017) adalah sikap sering mengabaikan peraturan dan kewajiban sosial, mudah tersinggung, agresif, bertindak impulsif, dan tidak memiliki kepekaan sosial. Jika seseorang mengalami gangguan ini, upaya yang perlu dilakukan oleh orang tersebut adalah menyadari gangguang tersebut dan berupaya mengatasinya, baik dengan bantuan profesional (psikolog atau psikiater) atau dengan kesungguhan dirinya sendiri untuk berubah, misalnya lebih mengasah kepekaan sosial, "memaksa" diri untuk berinteraksi lebih intens dengan orang lain (dimulai dari teman atau komunitas). Apabila yang bersangkutan tidak menyadarinya atau tidak mau berubah, orang terdekatnya (keluarga atau teman) bisa membantunya agar sikap tersebut perlahan bisa diatasi. Faktor penyebabnya adalah bentukan lingkungan, misalnya trauma, kebiasaan, pola asuh yang salah, dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu kesadaran untuk melawan dan berubah.

Namun demikian, dalam masyarakat, istilah "antisosial" seringkali rancu atau bias karena ditujukan pada orang yang memiliki sifat pemalu dan introvert yang lebih nyaman saat berada sendiri, bukan dalam lingkungan yang penuh orang. Hal tersebut memang "berpotensi" menjadikan seseorang antisosial, tetapi bukan merupakan gangguan kepribadian selama tidak sampai menimbulkan sikap antipati pada orang lain, tidak peka dan simpati pada sesama, bahkan cenderung membenci orang lain.  Oleh karena itu, jika seseorang "hanya" pemalu, perlu dibiasakan untuk melatih diri tampil di depan publik dan mengasah kepercayaan diri, baik dengan dorongan kuat diri sendiri maupun dengan bantuan orang lain (teman, keluarga, atau psikolog). Jika orang tersebut tergolong introvert, tidak ada masalah mengambil waktu untuk menyendiri, tetapi jangan lupa untuk berinterkasi meskipun dalam lingkup yang kecil, seperti berbicara dengan teman atau tetangga, belajar berinteraksi dengan sekelompok orang yang lebih besar seperti komunitas hobi, dan sebagainya. Dengan demikian, sifat tersebut tidak akan menjerumuskan kita pada gangguan antisosial.

27 Oktober 2020
Muhamad Faisal

Apakah libur sekolah, domonstrasi, dan hari-hari peringatan di kalender termasuk budaya Indonesia? Berhubung seluruh Indonesia menggunakannya.

Iya. Jika merupakan kebiasaan orang Indonesia, bisa dikatakan sebagai budaya Indonesia.

29 Oktober 2020
Abid Zaqi Ramadhan

Bagaimana jika di dalam suatu masyarakat terdapat seseorang yang tidak mau berinteraksi dengan masyarakat lain dengan tanda kutip tidak selalu hadir misalnya dalam acara kerja bakti, tahlilan, yasinan. Apakah hal yang demikian itu bisa memicu terjadinya interaksi diasosiatif antara seseorang tersebut dengan masyarakat lainnya?

Setiap individu memiliki karakteristik individu yang bisa jadi bawaan lahir dan bentukan lingkungan. Sifat individualistis dipengaruhi banyak faktor, terutama bentukan lingkungan, seperti pola asuh orang tua, peristiwa traumatik, dan sebagainya. Ketika seseorang tumbuh menjadi seorang individualistis, hal tersebut akan menimbulkan permasalahan dalam lingkungan sosial, khususnya di lingkungan yang memiliki norma sosial yang menuntut adanya interaksi sosial yang tinggi (misalnya masyarakat desa yang cenderung terikat secara sosial). Oleh karena itu, jika seseorang tersebut tidak dapat menyesuaikan diri akan terjadi interaksi disasosiatif seperti pengucilan, permusuhan, dan sebagainya.

Beberapa tahun terakhir ini sering terjadi demonstrasi terkait kurang sesuainya peraturan yang dibuat pemerintah dengan melihat kondisi masyarakatnya misalnya saja penolakan RUU KUHP.  Pada saat itu beberapa BEM masuk ke dalam ruangan dan menemui perwakilan anggota dewa.n Kemudian menanyakan sulitnya untuk berinteraksi. Mengapa ini bisa terjadi? Padahal dapat mengakibatkan kekacauan sebagai akibat dari demonstrasi.

Dalam interaksi sosial, individu cenderung mengidentifikasi kesamaan dengan individu lain untuk dapat berinteraksi. Dengan kata lain, individu cenderung menolak berinterkasi dengan individu lain yang tidak memiliki kesamaan. Kesamaan yang dimaksud berarti luas, seperti: ras, suku, agama, kewarganegaraan, kesukaan, kesamaan pandangan politik, status sosial, relasi kuasa, dan sebagainya. Dalam peristiwa yang Anda tanyakan, ada sebuah perbedaan yang terlihat dalam kasus tesebut, yaitu relasi kuasa yang timpang.

Relasi kuasa adalah hubungan antarindividu yang memperlihatkan adanya individu lain yang lebih "berkuasa" atas individu lain. Individu itu merasa berkuasa bisa jadi karena memiliki status sosial, status ekonomi, atau posisi politik yang lebih tinggi. Dalam kasus yang Anda tanyakan, tampak adanya relasi kuasa yang terjadi antara sebagian anggota DPR dan mahasiswa sehingga adanya perasaan enggan untuk duduk bersama karena adanya perasaan lebih "tinggi" dari salah satu pihak. Peristiwa itu juga bisa terjadi karena adanya pandangan politik dan kepentingan.

Apakah pertukaran budaya antarnegara memungkinkan terciptanya akulturasi antara kedua kebudayaan tersebut?

Sangat mungkin. Jika yang dimaksud adalah kegiatan pertukaran budaya seperti yang dilakukan oleh para siswa atau mahasiswa, hal tersebut bertujuan untuk saling memahami budaya kedua belah pihak. Karena terjadi dalam waktu yang cenderung singkat, kemungkinan terjadinya akulturasi juga rendah. Namun, apabila pertukaran budaya yang dimaksud merujuk pada adanya interaksi antar dua budaya yang terjadi dalam waktu yang lama, seperti pada perkawinan antarwarga negara atau imigrasi, kemungkinan terjadinya akulturasi lebih tinggi.

1 November 2020
Rifchelda Shevanda Ragesta

Apakah maksud dari pluralisme mirip seperti maksud dari toleransi? Soalnya setelah saya pelajari di Youtube dan saya mencari cari info dari beberapa sumber di internet maksudnya hampir mirip hanya ada beberapa saja yang berbeda.

Memang mirip, tapi secara leksikal atau makna kata berbeda. Secara leksikal, pluralisme berasal dari kata plural yang artinya banyak. Arti lebih luasnya, pluralisme itu adalah paham yang menyadari bahwa masyarakat itu terdiri atas banyak perbedaan, seperti perbedaan suku, ras, agama, pandangan politik, dan sebagainya. Dengan demikian, pluralisme menunjukkan sikap bahwa setiap manusia dalam interaksi sosialnya harus saling menghormati satu sama lain dan tidak perlu merasa dirinya lebih baik daripada yang lain karena pada hakikatnya setiap manusia itu memang berbeda.

Adapun toleransi berasal dari bahasa latin tolerare yang artinya menahan diri. Artinya, toleransi adalah sikap menahan diri dan membiarkan orang lain untuk memiliki pilihannya sendiri, misalnya pilihan agama, pilihan politik, dan sebagainya. Dengan demikian, toleransi juga menghendaki adanya perasaan saling menghormati pilihan hidup seseorang dalam masyarakat.

Oleh karena itu, toleransi dan pluralisme berasal dari akar kata yang berbeda. Pluralisme adalah sebuah "isme" atau pandangan hidup, sedangkan toleransi adalah sebuah sikap. Namun, keduanya saling berhubungan erat. Dalam pluralisme, akan ditemukan sikap-sikap toleransi.

4 November 2020
Muhamad Faisal

Pak mengenai manusia dan peradaban kan ada evolusi yang mana merupakan perubahan yang berangsur-angsur, apakah era reformasi 1998 merupakan evolusi dari peradaban indonesia sebelum reformasi pak?

Reformasi yang terjadi di Indonesia secara politik adalah perubahan atau peralihan kekuasaan. Reformasi tersebut memang mengubah berbagai aspek kehidupan, seperti interaksi sosial dan budaya. Namun, peristiwa itu (perubahan dari 1998 ke 1999) belum dapat disebut evolusi karena tidak ada perubahan mendasar dari berbagai aspek kebudayaan manusia, misalnya dari sistem religi, sistem teknologi, sistem pendidikan, dan sebagainya. Adapun evolusi adalah perubahan yang terjadi secara berangsur-angsur, perlahan tapi pasti, dan dapat dilihat adanya perbedaan setiap aspek kebudayaan yang signifikan. Misalnya, kebudayaan Indonesia setelah menjadi negara republik saat ini dengan kebudayaan sebelum Indonesia berdiri yang masih disebut dengan Nusantara.

5 November 2020
Hilda Nurlaela Febriyanti

Apakah ada dampak negatif dari manusia dan peradaban?

Mungkin yang dimaksud adalah dampak negatif peradaban, ya. Kehidupan manusia itu selalu berkembang alias dinamis. Perkembangan dalam waktu yang panjang sehingga mengubah tatan hidup manusia dan kebudayaannya memunculkan istilah peradaban. Tentu jika dilihat dari sisi baik dan buruknya dibanding peradaban sebelumnya (saat belum berubah). Misalnya sebelum dikenal adanya teknologi mesin, manusia cenderung memanfaatkan alam lebih bijak sehingga kelestarian alam lebih terjaga. Berbeda dengan saat ini, saat teknologi modern menjadikan manusia memiliki budaya produksi dan konsumsi, banyak sumber daya alam dikuras habis, seperti: pohon-pohon, hutan, laut, dan sebagainya. Itu adalah contoh kecil dari dampak negatif peradaban.


Posting Komentar

0 Komentar