Jelajah Nagari Bundo Kanduang: Pantang Pulang Meski Hujan (Part 1)

Pekan lalu, saya berkesempatan buat menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di provinsi Sumatera Barat. Tujuan utamanya buat mengikuti seminar internasional di Universitas Andalas (Unand). Tapi, seperti biasa, kalau ada kesempatan buat tugas sekolah atau tugas kantor, sayang kalau waktunya hanya dipas-pasin buat kegiatan formal semata. Jadi, perjalanan seminar dua hari, saya sulap menjadi 6 hari! 😃

Bandara Minangkabau, Sumatera Barat

Seminar kali ini, selain buat belajar, juga sebagai "cicilan" buat kelulusan sekolah saya. Lagi pula, sebagai beswan LPDP, saya sudah dapat "jatah" buat berseminar. Sebagai presenter atau pemakalah, tentunya. Jadi, beberapa hari sebelumnya, saya sudah memesan tiket penerbangan, penginapan (jatah dari LPDP hanya dua malam), dan menyelesaikan urusan administrasi seminar. Dan, kebetulan pula, dari dua hari acara seminar di Unand, materi (pembicara kunci dan pemakalah) hanya diselesaikan di hari pertama. Adapun di hari kedua, acaranya khusus untuk tur ke beberapa tempat di Sumbar. Wah, beruntunglah, pokoknya!

Karena ceritanya bukan urusan formal semata, saya juga mesti siap-siap buat keperluan "jalan-jalan mandiri" di luar seminar. Acara seminar yang hanya Kamis dan Jumat, maka saya menyediakan waktu untuk tinggal di Padang dari Rabu hingga Senin. Kurang puas, apalagi kan! Pertimbangannya adalah karena Padang dan Sumbar adalah tempat yang dari dulu saya pengen kunjungi. Buat saya, negeri Malin Kundang ini "seksi". Budayanya autentik. Makanya, jauh-jauh hari, saya udah membayangkan, atap rumah gadang ada di mana-mana, hehe.

Seperti biasa, buat jalan-jalan, saya hampir selalu mengecek Couchsurfing. Apalagi, rencana extend di Padang ini agak panjang. Saya memang berencana mencari host yang bisa memberi tumpangan menginap. Utamanya sih, bukan masalah numpangnya, tapi ketemu teman-teman baru *alasan* Maka, jauh-jauh hari pun, saya sudah menulis "Open Trip" di akun Couchsurfing saya. Dan, gak lama, beberapa teman CSer Padang pun merespons dan menawarkan untuk menginap dan mengajak eksplor Padang dan sekitarnya. Salah satunya--dan saya pilih jadi host official saya--adalah Nanda, urang awak yang katanya masih mahasiswa di Politeknik Negeri Padang.

Simpulannya, saya menginap di hotel selama tiga malam. Dan, dua malam sisanya tinggal di teman Couchsurfing.

Kesan Pertama Begitu Menggoda

Untuk kepergian, saya pilih penerbangan dari Jakarta. Sedangkan, untuk pulangnya, saya langsung memilih Padang-Bandung. Kebetulan penerbangan keberangkatan itu pagi hari, jadi saya sampai kota Padang siang hari. Beruntungnya, CS saya, Nanda, menawarkan diri untuk menjemput di bandara. Katanya, rumahnya dekat dengan bandara. Wah, kesempatan emas. Begitu saya tiba di bandara Minangkabau, Padang, saya langsung janjian dengan Nanda. Selang setengah jam, Nanda pun tiba. Dia pun langsung mengantar saya dengan motornya ke hotel Alifa Syariah di Jalan Bandar Purus, Padang.

Selesai check-in, Nanda menawarkan lagi, apa saya mau istirahat di hotel atau langsung keliling kota Padang. Gak pakai mikir-mikir, jelas saya pilih jalan langsung! Hehe. Sayang banget kalau tiba di kota baru, waktu hanya dipakai buat tidur. Apalagi, hari masih panjang. Jadi, saya dan Nanda langsung cabut dengan motornya. Karena siang itu, saya belum makan, jadi tujuan pertama adalah tempat makan. Dan, so pasti, saya pilih yang paling asli dari Padang. Ya, apalagi kalau bukan Nasi Padang 😀 Sayang, saya gak nemu tulisan "Nasi Padang" di setiap warung makan. Padahal, di Bandung bertebaran tuh Warung Nasi Padang.

Salah satu kamar budget di Hotel Alifa Syariah. Pas di kantong backpacker tapi tetap nyaman dengan pelayanan yang oke.

Nasi (ASLI) Padang
Saya dan Nanda menepi di salah satu warung nasi yang di sana disebut dengan "ampera". Saya lupa namanya. Tapi, lokasinya dekat dengan kampus Universitas Andalas (Unand), di Pasar Baru. Memang, Nanda juga berencana mau mengajak saya keliling-keliling kampus Unand yang konon katanya luas dan berbukit-bukit itu. Namun, sayang seribu sayang, begitu kami tiba di tempat makan, hujan pun turun. Dan, hujan pun tak ada tanda-tanda segera mereda dan malah semakin deras hingga berjam-jam. Terpaksalah, kami "ditanam" di tempat makan sambil ngobrol ngalor-ngidul, perkenalan sesama anggota CS.

Langit sudah menggelap. Siang itu, kami habiskan hanya dengan chit-chat sambil menunggu hujan. Hujan sebetulnya belum benar-benar reda, tapi Nanda mengajak saya untuk melanjutkan perjalanan. Katanya, mumpung hujannya gak deras. Maka, kami pun segera menuju kampus Unand dan berencana shalat di masjid kampus. Tapi, begitu kami lanjutkan perjalanan dengan motor, hujan semakin deras. Maka, untuk kali kedua, kami menepi lagi di sebuah minimarket. For your information, di Padang banyak sekali minimarket dengan berbagai nama, seperti Minang Mart dan Singgalang. Jadi, buat kamu, AGA dan AGI alias Anak Gaool Alfamart dan Indomaret, jangan harap menemukan dua raja minimarket waralaba ini di Padang. Semua minimarket di Padang adalah punya perseorangan dan pemda setempat melarang waralaba seperti Alfamart, Indomaret, dan Circle K. Urusan dagang, jangan lawan orang Padang, deh! 😁


Spot paling ikonik kekinian di kota Padang

Jembatan Siti Nurbaya malam hari ramai jadi pilihan tempat nongkrong

Kelap-kelip lampu di sepanjang dermaga. Bahkan pada malam hari pun, Padang ini cantik, kayak kamu.

Setelah menunggu beberapa jam dan hari makin malam, Nanda pun segera mengajak saya shalat di masjid kampus Unand meskipun hujan gak sampai benar-benar reda, hanya tinggal gerimis kecil. Setelah itu, Nanda juga mengajak berkeliling kampus Unand seperti yang direncakan di awal. Meskipun ya, cuaca kurang mendukung. Paling tidak, hari itu saya diajak berkenalan dulu dengan kota Padang yang di hari pertamanya, jauh dari kesan cuaca panas khas dataran rendah yang tropis.

Setelah berkeliling ke beberapa sudut kampus, kami segera keluar dari kawasan kampus menuju pusat kota Padang lagi. Nanda mengajak saya keliling kota Padang di malam hari. Mulai dari Pantai Muaro Lasak yang banyak ikon yang photoable dilanjut ke Jembatan Siti Nurbaya yang historis sekaligus melewati kawasan Pecinan Kota Padang. Setelah itu, Nanda mengajak saya ke tempat nongkrongnya anak muda Padang, yaitu warung tenda yang menjual teh talua alias teh campur telur ayam kampung.

Teh Talua (ASLI) Padang

Masjid Raya Sumbar tampak cantik pada malam hari
Sebetulnya di Bandung juga ada beberapa penjual teh talua dan biasanya saya menemukannya pagi hari. Tapi, kata Nanda, di Padang, anak-anak muda biasa nongkrong malam-malam sambil menikmati teh talua ini. Saya sebetulnya gak pernah mau coba itu di Bandung berhubung ngebayangin telur mentah dicampur teh itu agak sedikit gimana gitu, hehe. Tapi, berhubung, ini kali pertamanya datang ke Padang, rasanya gak pas kalau gak memaksakan diri cicip kuliner khas. Alhasil, segelas teh talua sama setoples rakik alias rempeyek kacang cukup memuaskan kami malam itu. Setelah itu, perjalanan dilanjut untuk melihat Masjid Provinsi Sumbar di malam hari.

Setelah cukup puas berkeliling, Nanda langsung membawa saya kembali ke hotel. Kami akhirnya sepakat untuk kembali bertemu pada hari Sabtu. Besok hari, Kamis dan Jumat, saya akan fokus mengikuti seminar (Kamis) dan tur yang diadakan panitia seminar pada Jumat. Saya akan check out hotel pada Sabtu dan langsung menginap di tempat Nanda. Hari pertama pun cukup melelahkan meski tidak terlalu puas berkeliling karena cuaca yang tidak bersahabat sehingga perjalanan dihabiskan malam hari.

Posting Komentar

0 Komentar